Refleksi Pagelaran Wayang Kulit "mBangun Negeri Amarta"
Kali ini mari kita belajar budaya yuk kak. Pasalnya pada tanggal 2 April yang lalu STAIN Salatiga yang telah alih status menjadi IAIN Salatiga (ciyeeee I-A-I-N) "nanggap wayang" dengan lakon mBangun Negeri Amarta dengan dalang ki Enthus Susmono.
Ki Enthus Susmono (lahir di Tegal, 21 Juni 1966; umur 48 tahun) adalah seorang dalang berkebangsaan Indonesia. Sejak 8 Januari 2014, ia dilantik sebagai Bupati Tegal oleh Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, untuk periode 2014-2019. Karena ketokohannya di dunia pedalangan, pada tahun 2005, dia menerima gelar Doktor Honoris Causa bidang seni-budaya dari International Universitas Missouri, U.S.A dan Laguna College of Bussines and Arts, Calamba, Philippines(2005). Selain berbagai penghargaan telah diterima, ratusan karyanya juga tersimpan dalam museum antara lain di Belanda, Jerman, dan New Mexico
![]() |
Ki Enthus Susmono |
Nah, demikian pula IAIN Salatiga, sebagai Perguruan Tinggi Islam di Salatiga yang merupakan jalan dakwah dan wahana mendidik generasi Mahasiswa Muslim memiliki peran yang sedemikian sentral untuk memantapkan eksistensinya di dunia pendidikan Islam. IAIN Salatiga semoga menjadi lebih besar dan menghasilkan ilmuwan-ilmuwan muslim kelas dunia. aamiin.
Menuntut Hak Kerajaan
Kisah ini berawal ketika Pandhawa Lima sepeninggal ayah mereka Prabu Pandhu Dewanata menuntut atas hak kerajaan kepada penguasa Astina saat itu yang tak lain adalah pamannya sendiri Prabu Destarata. Melalui rapat kerajaan kemudian Prabu Destarata memberikan mandat kepada Pandhawa Lima untuk membuka hutan Amartha dan membangun kerajaan di sana. Dengan dukungan Dewi Khunti, ibu para Pandhawa, berangkat menuju hutan Wanamartha. Tidak disangka ternyata dalam perjalanan menemui banyak godaan dan aral melintang. Di samping berbagai cobaan ada juga berkah yang diperoleh termasuk kisah pertemuan Bratasena dengan Dewi Arimbi, yang akhirnya menikah dengannya. Pada akhir cerita, tercapailah cita-cita Pandhawa untuk membangun kerajaan yang diberi nama kerajaan Amartha. “Filosofi kisah ini adalah tentang manusia yang hak-haknya dikebiri dan setelah berjuang atas kebenaran para manusia mulia tersebut dapat meraih cita-citanya,” katanya. (Suara Merdeka 4 April 2015)
Komentar
Posting Komentar